Kehadiran kecerdasan buatan atau artificial intelligence telah menandakan betapa dunia sudah kian majunya. Dengan hadirnya AI, banyak kemudahan yang bisa dilakukan manusia dalam hidupnya. Dengan bantuan atau asistensi oleh robot AI, orang-orang bisa menyusun teks, rancang bangun, atau lukisan secara lebih cepat serta terukur.
Di kalangan pemuda, kehadiran AI dimanfaatkan untuk membuat tulisan-tulisan untuk tugas sekolah/kuliah, laporan kerja, bahkan artikel lomba menulis. Setelah memberi perintah kepada AI untuk membuat tulisan tentang sejarah negaranya, seorang mahasiswa bisa tidur siang dan ketika terbangun tulisan yang dibutuhkan telah tersedia.
Gambaran situasi ini seakan-akan bersifat positif karena memberikan kemudahan bagi kaum muda untuk merampungkan tugas mereka. Padahal jika kita cermati kebiasaan memanfaatkan AI untuk hal-hal yang seharusnya wajib kita buat sendiri untuk berlatih bisa membuat kaum muda lemah secara intelektual. Mereka jadi tak terbiasa melatih dirinya sendiri, menggunakan otaknya sendiri, untuk mengkreasikan hal-hal yang orisinil.
Kebergantungan pada AI ini kemudian membentuk generasi muda yang tumpul daya pikirnya. Ketumpulan ini akhirnya mendorong mereka ke situasi tak mampu mengatasi persoalan langsung yang penanganannya tidak bisa diselesaikan oleh AI pada saat persoalan itu terjadi. Generasi muda seperti ini tidak punya daya survive yang memadai.
Sebagai contoh, ketika dalam suatu tes masuk kerja mereka diminta menuliskan pandangan atau pemikirannya tentang sesuatu di hadapan petinggi perusahaan, mereka akan gelagapan lantaran tidak terlatih menghasilkan teks atau tulisan sendiri, yang ditulis atau diketik dengan tangan sendiri dan kata demi katanya dirangkai oleh hasil olah otak sendiri.
Lantas, apakah kaum muda harus menjauhi AI?
Tentu tidak. Pemuda tetap boleh menggunakan AI. Setiap generasi akan menggunakan alat yang diandalkan di zamannya. AI adalah alat atau teknologi yang ada di zaman kini dan untuk generasi sekarang. Pemuda harus tetap mengasah kemampuannya dengan menciptakan hal-hal dengan mandiri. Ada pun AI dimanfaatkan sebagai alat bantu. Bukan alat produksi tunggal. Kita bisa meminta bantuan AI untuk melengkapi informasi yang belum ada di dalam tulisan, blue print, atau karya seni.
Dengan demikian, AI tidak akan melampaui kita. Membiarkan AI sebagai pencipta segala hal yang kita butuhkan akan membuatnya semakin cerdas sedangkan pada saat bersamaan kemampuan pikir atau analisis anak muda tidak berkembang. Dan ini akan jadi fenomena yang berbahaya. AI bisa mengambil alih banyak pekerjaan kreatif manusia.